PEKERJAAN RUMAH
DI TANGSEL
KOTA Tangerang Selatan (Tangsel) sebagai daerah otonom didirikan pada 2008 berdasarkan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten.
Tangsel memiliki luas wilayah 14.719 hektar. Penduduknya saat ini tercatat 1,75 juta jiwa. Kota ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang.
Profil Kota Tangerang Selatan Jelang Pilkada Tangsel 2020 – (/AKBAR BHAYU TAMTOMO)
Pemekaran itu bertujuan meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dan agar bisa memanfaatkan potensi daerah secara lebih maksimal.
Setelah 12 tahun terbentuk, bagaimana kondisi Tangsel kini atau sudah sejauh mana tujuan pembentukannya tercapai?
℘
Menurut Ade Irawan, mantan aktivis ICW (Indonesia Corruption Watch) yang sempat berniat maju pada Pilkada Tangsel 2020, siapa pun calon yang memenangi Pilkada Tangsel 2020 telah dinanti sejumlah persoalan mendesak.
Karena terkait dengan kepentingan banyak warga, masalah-masalah itu mesti secepatnya diatasi. Ade menyebut deretan masalah itu adalah soal ketimpangan sosial dan pembangunan, kemacetan, transportasi, infrastruktur, dan mentalitas aparat.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga menyebut ada sejumlah masalah krusial di Tangsel. Ketika akhirnya memberikan dukungan ke pasangan calon Muhamad dan Sara, PSI memberikan catatan persoalan yang harus dibereskan jika pasangan ini memenangi pilkada.
“Bersama dengan rekomendasi (untuk Muhamad dan Sara), PSI juga menyerahkan ratusan catatan permasalahan di Tangsel untuk pasangan ini,” kata Plt Ketua Umum PSI, Giring Ganesha, pada 3 September 2020.
Giring menegaskan, catatan dari para kader PSI tersebut telah diminta untuk diselesaikan oleh Muhamad dan Sara jika terpilih, bersama janji bahwa PSI akan menjadi mitra konstruktif bagi mereka.
Di antara persoalan yang disebutkan Giring adalah terkait ekonomi kerakyatan, lapangan pekerjaan, kemacetan, transportasi massal, kualitas air, sampah, dan infrastruktur.
Benyamin Davnie saat masih menjabat Wakil Wali Kota Tangsel juga mengakui ada jumlah masalah di kota ini yang harus segera dibenahi. Banjir dan sampah ada di antara yang dia sebutkan.

Visi dan Misi Kandidat Pilkada Tangsel 2020 – (/AKBAR BHAYU TAMTOMO)
Angka kemiskinan dan pengangguran
Berdasarkan data Badan Pusat Stastik (BPS) Tangsel, sejak 2013 hingga 2019 tingkat kemiskinan di Tangsel berkisar antara 1,67 persen hingga 1,76 persen dari total populasi.
Pada 2019, tingkat kemiskinan tercatat 1,68 persen atau 29.190 warga Tangsel berada di bawah garis kemiskinan, dari total 1,75 juta penduduk.
Lalu, BPS menyebut bahwa hasil survei nasional yang dilakukan Maret 2020 mendapati angka kemiskinan semakin mendekati dua persen dari total penduduk di Tangsel. Ini juga terkait dengan dampak pandemi Covid-19.
“Dari hasil kajian kemarin memang sepertinya ada kenaikan. Kalau tadi saya bilang (angka kemiskinan 2019 tercatat) 1,68 persen, itu naiknya sementara sekitar jadi 1,8 (persen pada 2020),” kata Kepalada BPS Tangsel, Ahmad Widiyanto, pada 29 September 2020.
Berdasarkan data Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Tangsel hingga Juli 2020, 2.754 pekerja terdampak pandemi Covid-19.
Dari jumlah itu, 1.626 pekerja terkena PHK dan 882 pekerja lain dirumahkan sementara. Selain itu, ada 246 orang dari sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang usahanya juga terdampak pandemi.
Sebelum ada pandemi, jumlah pengangguran di Tangsel tercatat 40.000 orang hingga akhir 2019. Jumlah itu naik 15.000 dibanding setahun sebelumnya.
Kepadatan penduduk
Tangsel merupakan wilayah kedua terpadat di Pronvinsi Banten setelah Kota Tangerang. Adapun untuk kawasan Jabodetabek, Tangsel berada di urutan kelima dari sembilan wilayah.
Berdasarkan data BPS pada 2019, kepadatan penduduk Kota Tangsel tercatat 11.875 jiwa per kilometer persegi. Artinya, area satu kilometer persegi dihuni 11.875 orang.
Kepadatan penduduk akan berimbas pada banyak hal, terutama pada lahan untuk hunian horizontal yang akan makin menyempit. Ini berimplikasi pula pada harga hunian.
Di sisi lain, penduduk Tangsel dari tahun ke tahun terus bertambah dengan rata-rata pertumbuhan 3,76 persen per tahun.
Pada 2012, pertumbuhan penduduk tercatat 3,63 persen, sementara pada 2016 tumbuh 4,05 persen dibanding setahun sebelumnya.
Siapa pun yang memenangi Pilkada Tangsel 2020, laju tinggi pertumbuhan penduduk ini—baik dari urbanisasi maupun angka kelahiran—perlu mendapatkan solusi.
Pengelolan sampah
Hingga saat ini, Tangsel tak punya tempat pembuangan akhir (TPA) sampah yang layak sejak resmi menjadi kota otonom pada 2008. Persoalan penanganan sampah itu tak juga tuntas.
Tangsel memang punya TPA Cipeucang di daerah Serpong. Namun, TPA itu bermasalah karena secara teknis tak layak, letaknya dekat dengan permukiman dan karena itu diprotes warga, serta kapasitasnya sudah berlebih.
Harian Kompas di edisi 10 Juni 2020 melaporkan, volume sampah yang masuk ke TPA itu sekitar 300 ton per hari. Jumlah itu hanya 30 persen dari total sampah harian yang dihasilkan warga Tangsel yang mencapai 970 ton.
Laporan itu juga menyebutkan, sampah warga Tangsel didominasi sampah organik (43,4 persen). Sisanya, sekitar 26,5 persen, berupa sampah nonorganik seperti plastik.

Problem Sampah Kota Tangerang Selatan – (DOK HARIAN KOMPAS/TIURNA)
TPA Cipeucang awalnya merupakan lahan kosong di pinggir Sungai Cisadane yang digunakan untuk menampung sampah Pasar Serpong. Lokasi TPA itu tepat berada di pinggir sungai dan hanya sekitar 50 meter dari permukiman warga.
Secara letak, TPA itu melanggar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga.
Berdasarkan peraturan tersebut, TPA tidak boleh berada di kawasan lindung. Sementara TPA Cipeucang berada di bantaran Sungai Cisadane, salah satu yang masuk kategori kawasan lindung.
Jarak TPA dengan permukiman juga mestinya harus lebih dari satu kilometer, bukan 50 meter seperti kondisi TPA Cipeucang.
Selain itu, volume TPA yang berumur delapan tahun itu sudah melebihi daya tampung. Catatan Pemkot Tangsel, daya tampung TPA Cipeucang hanya 123.275 meter kubik. Pada 2017 saja, TPA tersebut telah menampung 251.760 meter kubik sampah.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Timbulan sampah dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang longsor dan menimbun sekitar dua pertiga badan Sungai Cisadane di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (27/5/2020). TPA Cipeucang yang longsor pada Jumat (22/5/2020) dini hari ini berada sekitar 50 meter di samping Sungai Cisadane. Setiap hari, 300 ton sampah diangkut ke TPA Cipeucang yang beroperasi sejak 2012 dan terbagi atas dua zona, masing-masing seluas 2,5 hektar dan 1,7 hektar.
Peningkatan volume sampah tak dapat dihindari seiring dengan peningkatan jumlah penduduk sementara teknik yang dipakai hanya dengan menimbun.
Dampaknya, pada Mei 2020, gunungan sampah di TPA Cipeucang longsor dan mencemari Sungai Cisadane. Bau sampah pun menyebar hingga radius enam kilometer.
Banjir
Tangsel juga tidak luput dari masalah banjir. Ada sejumlah wilayah yang rawan banjir setiap musim hujan.
Titik-titik rawan banjir itu antara lain Perumahan Maharta, Kompleks Deplu, kawasan Kedaung Hulu di Perumahan BPI, Pamulang Indah MA, Pamulang Estate, dan Perumahan Lembah Pinus.
Juga rawan banjir adalah kawasan Perumahan Puri Bintaro Hijau, Perumahan Arinda Permai, kawasan Cantiaga di Jurang Mangu Permai, serta Perumahan Pondok Safari.
Banjir terjadi karena drainase yang buruk dan ruang terbuka hijau yang minim. Idealnya, ruang terbuka hijau mencapai 30 persen dari total luas wilayah.

/MUHAMAD ISA BUSTOMI
Kawasan Perumahan Maharta, Pondok Kacang Timur, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Selasa (25/2/2020) pagi, terendam banjir. Kondisi tersebut terjadi setelah diguyur hujan dengan intensitas sedang hingga deras sejak Senin (24/2/2020) malam.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan tahun lalu mengklaim luas ruang terbuka hijau (RTH) telah mencapai hanpir 20 persen dari total luasan area Tangsel. Klaim berdasarkan pemetaan citra satelit.
Kemacetan dan transportasi publik
Tangsel sejauh ini hanya punya dua terminal. Satu terminal tipe C di Jalan Cemara Raya, Rawa Mekar Jaya, Serpong, Tangerang Selatan yang diresmikan tahun lalu. Satu lagi terminal tipe A di Pondok Cabe.
Selebihnya, hanya ada pangkalan angkot yang menggunakan badan jalan. Itulah yang terjadi misalnya di dekat Stasiun Sudimara, Stansiun Pondok Ranji, atau di perempatan Pondok Kacang.
Dampak keberadaan pangkalan angkot itu adlah kawasan yang rawan macet, jalan menyempit pula karena sebagian telah terpakai deretan angkot.
Sarana transportasi publik juga terbatas. Untuk mobilitas warga—terutama di dalam Kota Tangsel—, angkutan umum yang tersedia hanya angkot, di luar jalur KRL dari dan ke Jakarta.
Ketimpangan pembangunan
Sebagian wilayah Tangsel masih berada di bawah pengelolaan pengembang swasta, misal di Serpong, Serpong Utara, dan Pondok Aren. Para pengembang swasta membangun intrastruktur mulai dari jalan, flyover, underpass, pasar, hingga sekolah.
Ade Irawan, mantan aktivis ICW yang juga adalah warga Serpong Utara, mencatat ada ketimpangan pembangunan dan sosial antara wilayah yang dikelola pengembang swasta dan yang tidak.
Wilayah yang tidak tersentuh pembangunan itu, tegas Ade, harus menjadi fokus perhatian Pemkot Tangsel.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Warga melintasi jembatan yang putus akibat diterjang banjir Kali Angke, di dekat Villa Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (19/4/2020). Banjir yang terjadi pada Sabtu (18/4/2020) itu berasal dari kawasan hulu.
Siapa pun yang akan menang dalam Pilkada Tangsel 2020 harus berkomitmen mengentaskan ketimpangan sosial dan pembangunan di wilayah yang tidak dikelola pengembang swasta itu.
Menurut Ade, Pemkot Tangsel seharusnya bisa meniru pengembangan yang dilakukan pihak swasta di daerah itu.
Pasalnya, Pemkot Tangsel seharusnya tidak punya kendala sumber daya dan dana untuk meratakan pengembangan fisik dan peningkatan pelayanan masyarakat.
“Saya bukan menyederhanakan masalah. Tetapi contoh sudah ada, modal juga ada. Sumber dana ada, sumber daya ada, contoh ada. Apa lagi yang kurang? Yang kurang komitmennya,” kata Ade pada 7 September 2020.
Wajah Tangsel, kata Ade, sudah cukup baik karena banyak wilayah dikembangkan sektor privat. Namun, kondisi sebaliknya justru terlihat di kawasan yang tidak tersentuh para pengembang swasta, baik dari sisi pengembangan infrastruktur maupun pelayanan publik.
Di sejumlah wilayah, ketersediaan fasilitas publik dan pelayanan tertinggal jauh dengan wilayah yang tersentuh pengembang swasta. Pasar-pasar yang dikelola pemerintah kota misalnya, berkondisi becek dan jorok.
Padahal, Pemkot Tangsel bisa mengembangkan pasar-pasar itu menjadi pasar modern seperti yang dikelola pengembang swasta di kawasan Bintaro darn Serpong.
“Kalau bicara rumah sakit terbaik, institusi pendidikan terbaik, pasar terbaik, itu kan ada di Tangerang Selatan,” ujar dia.
Ade mengatakan, Tangsel hanya memerlukan kepala daerah yang berani berkomitmen untuk memaksimalkan sumber daya dan dana yang ada guna mengatasi sejumlah permasalahan tersebut.
℘
Kini warga Tangsel punya kesempatan menentukan siapa pemimpin mereka. Harapannya adalah yang terpilih yang terbaik. Seorang pemimpin yang baik berkewajiban menyejahterakan rakyatnya, bukan menyesengsarakan mereka.
Kata orang bijak, tugas gembala yang baik adalah mencukur ternaknya, bukan mengulitinya.
MENU ARTIKEL:
Klik untuk lansung menuju topik yang dimaui
#Pilkada #Tangsel #Dinasti #Politik #dan #Pekerjaan #Rumah #yang #Menanti
Klik disini untuk lihat artikel asli