Isu menggunakan tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia selama pandemi banyak bertebaran. Isu ini terbentuk karena menutup informasi secara utuh, walhasil kepingan-kepingan informasi yang tidak utuh tersebut membentuk stigma serta paradigma berlebih terhadap kehadiran para pekerja asing.
Banyak yang keburu heboh berucap pemasukan TKA ke RI menjadi suatu hal yang miris di tengah pandemi Covid-19. Padahal angka TKA yang masuk ke RI ini mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Kemenaker RI, sepanjang 2020 di Indonesia ada 93.761 TKA dari berbagai negara yang bekerja. Menurun 14.4 persen dari tahun 2019 sebanyak 109.546 TKA. 93.761 TKA ini kemudian ada yang pulang di antara tahun 2020 dan 2021, sehingga ketika ada yang masuk pada tahun 2021 hanya mencapai angka 92.058.
TKA yang ada kini hanya difokuskan untuk bekerja pada proyek strategis nasional. Hal ini sejalan dengan penuturan Kementerian Ketenagakerjaan yang mengatakan terdapat pengecualian untuk memasukkan orang dari LN ke Indonesia, diantaranya yaitu alasan kemanusiaan, tenaga bantuan dukungan medis dan pangan, perbaikan alutsista, objek vital strategis nasional, dan PSN.
PSN atau proyek strategis nasional merupakan proyek-proyek infrastruktur Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Jokowi yang dianggap strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan di daerah PSN diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres).
Lalu mengapa Indonesia masih membutuhkan TKA? Jika kita mundur sejenak, hal ini disebabkan banyaknya negara yang ingin berinvestasi di industri Indonesia, maka mengikuti pula proses produksi yang masih menggunakan pedoman kerja dari negara investor serta alat produksinya. Para TKA itu melakukan transfer knowledge, skill, & technology kepada tenaga kerja Indonesia.
Hal ini kemudian dipertegas oleh Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah yang menjelaskan peranan TKA dalam industri. Jika TKA tidak melakukan transfer knowledge atau memaksa menggunakan tenaga kerja dalam negeri, produksinya tidak dapat berjalan. Imbasnya, tidak adanya penyerapan tenaga kerja dalam negeri sebanyak-banyaknya. Lapangan pekerjaan yang sedikit, tentu berpengaruh terhadap roda perekonomian baik makro maupun mikro di Indonesia.
“Banyak perusahaan-perusahaan yang investasi dari China, misalnya proses produksinya seperti manual book-nya, kemudian beberapa teknis yang lain, baru bisa dikerjakan oleh tenaga kerja dari negara tersebut. Kalau kita tidak gunakan mereka, berarti berhenti operasi atau belum bisa operasi, yang pada akhirnya tidak bisa serap tenaga kerja, ini problem yang sangat serius,” tandasnya.
Kemudian, jika menilik dari data Kementerian Maritim dan Investasi (Kemenko Marves), Tiongkok termasuk negara terbesar kedua yang menanamkan modal mencapai US$1 miliar per kuartal I 2021. Menaker Ida juga mengungkap inilah alasan mengapa masih masuk TKA terutama dari Tiongkok ke RI.
Selain itu, banyak pula yang melupakan peraturan masa kerja bagi setiap tenaga kerja asing di Indonesia. Sehingga, tidak akan selamanya para TKA tersebut ada di dalam negeri ini.
TKA dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki. Kemudian mereka terikat dengan negara dalam sebuah perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT). Jangkanya berkisar dari 6 bulan dan maksimal 5 tahun namun hanya untuk TKA yang berada di kawasan ekonomi khusus (KEK).
TKA di Indonesia akan datang silih berganti, bergantian melakukan transfer pengetahuan ke tenaga kerja Indonesia. Hal ini sesuai dengan kesepakatan kerja sama antar dua negara RI – China dan sudah seharusnya dilakukan investor Tiongkok yang tidak hanya lepas tangan, namun mau turut membantu perkembangan industri dalam negeri, salah satunya pembangunan proyek strategis nasional infrastruktur Indonesia.