JAKARTA, – Hasil riset Nagara Institute menunjukkan ada 124 calon kepala daerah pada Pilkada 2020 merupakan bagian dari dinasti politik. Temuan itu didapatkan setelah KPU menetapkan pasangan calon kepala daerah Pilkada 2020.
Rinciannya, 50 calon bupati, 30 calon wakil bupati, 20 calon wali kota, dan 8 calon wakil wali kota. Kemudian, 5 calon gubernur dan 4 calon wakil gubernur.
“Itu adalah angka yang kami validasi bahwa ada 124 orang (dari) dinasti politik yang akan berkompetisi di Pilkada 2020,” ujar Peneliti Nagara Institute Febriansyah Ramadhan dalam konferensi pers secara daring, Kamis (15/10/2020).
Febriansyah memaparkan, 124 calon tersebut terdiri atas 67 laki-laki dan 57 perempuan. Dari 57 perempuan yang terdaftar, 29 di antaranya merupakan istri kepala daerah.
“Lebih dari 80 persen dari 29 istri ini rata-rata suami mereka adalah kepala daerah yang sudah habis masa jabatannya. Sudah dua periode, sehingga tidak bisa maju lagi,” kata dia.
Menurut temuan Nagara Institute, 124 kandidat terkait dinasti politik itu tersebar merata di 270 daerah yang menggelar pilkada.
Terbanyak ada di Sulawesi Selatan sebanyak 12 orang dan Sulawesi Utara 11 orang. Kemudian Jawa Tengah sebanyak 10 orang dan Jawa Timur 9 orang.
Kemudian hasil riset menunjukkan, partai pengusung dinasti politik terbanyak yaitu Golkar sebanyak 12,9 persen. Disusul PDI Perjuangan 12,4 persen dan Partai Nasdem 10,1 persen.
“Selain daerah tersebut, dinasti politik pada dasarnya tersebar merata di berbagai daerah seluruh Indonesia,” kata Febriansyah.
Febriansyah menuturkan, hasil riset ini menunjukkan bahwa tren dinasti politik meningkat setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada terkait larangan calon kepala daerah yang memiliki hubungan kerabat dengan petahana.
Sepanjang 2005-2014, hanya ada 59 orang kandidat yang bertalian dengan dinasti politik. Pada 2015, 2017, dan 2018 terjadi kenaikan drastis yakni 86 orang kandidat.
Menurut Febriansyah, partai politik memandang pemilu secara pragmatis. Partai politik dinilai hanya menghitung perihal untung-rugi ketika mengusung calon.
Selain itu, rekrutmen politik di dalam partai tidak berjalan baik sehingga dinasti politik kian parah.
“Kami memberikan ini sebagai modal bagi seluruh warga untuk tidak memilih siapapun yang terafiliasi dengan dinasti politik,” tutur dia.
Nagara Institute pun mendorong agar DPR dan pemerintah segera merevisi UU Partai Politik, terutama yang berkaitan dengan syarat pencalonan kepala daerah.
Dia mengatakan, perlu ada aturan ketat agar partai politik tidak asal mengusung calon kepala daerah hanya karena kekerabatan.
“Setidaknya orang yang dicalonkan jadi kepala daerah, misalnya harus sudah berproses di parpol sekurang-kurangnya lima tahun sehingga tiap calon yang diajukan adalah kader asli partai,” ujar Febriansyah.
#Riset #Nagara #Institute #Calon #Kepala #Daerah #pada #Pilkada #Terkait #Dinasti #Politik
Klik disini untuk lihat artikel asli