Bagi perempuan, meninggalkan Indonesia dengan tujuan mencari pundi-pundi uang tidaklah mudah. Namun, keluarga menjadi alasan utama para perempuan yang bekerja di luar negeri menjadi lebih tegar. Selain keluarga, faktor peluang juga menjadi alasan pendukung. Tiga perempuan tangguh ini meyakini bahwa dibalik peluang, ada pundi-pundi uang. Inilah yang terjadi pada ketiga perempuan asal Indonesia yang mencari nafkah hingga ke negeri seberang.
Tidak hanya sekedar bekerja di luar negeri, profesi yang digelutinya pun tidak biasa bagi kaum hawa. Jika pada umumnya para perempuan bekerja di gedung-gedung perkantoran atau membuka bisnis online, tapi tidak dengan mereka.
Yulia Hadi, Jelita Sidabutar, dan Marlyn White adalah tiga perempuan tangguh yang mencoba peruntungannya di sektor pertambangan. Sudah pasti, bekerja di luar negeri ditambah merasakan kerasnya arena pertambangan membuat fisik dan batin ketiga perempuan ini sempat terguncang.
Berawal dari finalis kontes kecantikan, kini betah di arena pertambangan
Yulia Hadi. Perempuan yang sempat menjadi finalis kontes kecantikan Mrs Australia Globel tahun 2018 tersebut memberanikan diri untuk keluar dari zona nyamannya. Di balik keanggunannya, Yulia mengakui dirinya senang melakukan hal-hal yang maskulin sejak masa anak-anak.
Sejak terjun ke dunia pertambangan, perempuan kelahiran Balikpapan ini justru memilih menjadi supir truk di area pertambangan. Kemahiran mengendarai truk sudah dilakukan Yuli sebelum bekerja di sektor pertambangan. Yulia saat itu menikmati hari-harinya sebagai pengemudi truk di kota Melbourne. 10 tahun berlalu, Yulia sudah mengetahui kehidupan industri tambang Australia. Posisi terakhir Yulia adalah Trade Assistant & All Rounder di kawasan Pilbara, Australia Barat.
“Saya harus bangun jam 4:30 setiap paginya, mulai kerja jam 5:30 pagi dan kita bekerja selama 12 jam setiap hari selama dua minggu,” ungkapnya. Meski terasa berat, Yulia tetap bersemangat menjalani hidup ditemani dengan putri kecilnya.
Yulia mengaku memiliki rasa takut ketika mulai masuk ke area pertambangan, namun hal ini dia lakukan demi keluarga kecilnya, dan karena keluarga juga, keberanian Yuli timbul. Tantangan terberat yang dialami oleh sosok ibu ini adalah menyesuaikan budaya maskulin barat yang penuh kata-kata kasar dan guyonan yang sering membuat salah paham.
“Saya tentu tidak membawanya ke hati, saya katakan pada mereka kalau itu tidak benar, meski saya tahu mereka tidak benar-benar bermaksud seperti itu.” tambahnya.
Sempat mendapat komentar negatif, tidak mudah menjadi ibu dan pekerja yang profesional
Hal serupa juga dialami oleh seorang ‘Project Geologist‘ di perusahaan Seequent yang berbasis di kota Perth, Australia Barat. Perempuan asal Pulau Samosir, Jelita Sidabutar, juga membagikan kisah suka dan dukanya selama bekerja di dunia pertambangan.
Sebelum hijrah ke Australia, perempuan lulusan ilmu geologi Universitas Padjajaran tersebut sempat menjadi ahli geologi PT Nusa Halmahera Minerals di Indonesia. Perbedaan budaya kerja antara Indonesia dengan Australia sempat menekan batin Jelita. Selain persiapan fisik dan mental, Jelita sadar akan nantinya mengangkat peralatan berat bisa terjadi. Belum sampai situ, ujiannya bertambah ketika dia mendengar komentar negatif yang tertuju padanya.
“Seringkali saya dihakimi terlalu mengejar karir dengan pergi ke lokasi tambang, yang terpencil, ketimbang mengurus keluarga,” ungkapnya.
Tuntutan Jelita menjadi pekerja tambang sekaligus istri dan ibu bagi keluarganya. Sebagai ibu yang bertanggung jawab, Jelita menyempatkan dirinya untuk menemani sang buah hati.
“Kuncinya adalah harus menemukan keseimbangan dalam memainkan peran-peran itu, misalnya kalau saya sedang tidak bisa melakukan pekerjaan rumah, ya saya bayar orang saja. Kita hanya perlu fleksibel saat menghadapi situasi, jangan kemudian marah-marah kalau rumah berantakan, kemudian jadi stress sendiri.” tambahnya.
Didominasi oleh laki-laki tidak membuat Marlyn White menyerah dengan pekerjaannya
Pekerja sektor pertambangan sejauh ini didominasi oleh laki-laki, namun tidak menutup kemungkinan bagi perusahaan menerima pekerja perempuan. Marlyn White berhasil menginjakkan kakinya di perusahaan tambang Australia sebagai Project Controller.
Perbedaan budaya kerja di Australia mendorong Marlyn untuk memahami dan masuk ke dalamnya. Menurut pengalamannya, industri pertambangan di Australia maskulin dan penuh kata-kata yang kasar.
“Belakangan saya menyadari meski teman-teman kerja pria terlihat kasar atau banyak menggunakan kata-kata kasar, tapi dalam hatinya mereka sangat baik dan peduli dengan rekan kerja perempuannya,” ujar Marlyn.
“Saya hanya perlu memahami budaya kerja mereka, kemudian tidak memposisikan diri saya sebagai seorang putri, tapi pejuang.” tambahnya.
Beradaptasi dan bertahan menjadi cara terbaik Marlyn agar bisa menyesuaikan diri serta nyaman di lingkungan barunya. Meski sempat dikucilkan dan diragukan kemampuannya, perempuan asal Pontianak ini berjuang keras untuk membuktikan kepada rekan-rekan kerjanya. Sudah masuk ke dunia pertambangan selama lebih dari 10 tahun membuat Marlyn menjadi perempuan yang lebih tangguh.
Dari cerita tiga perempuan tangguh di atas, dua diantaranya yang diketahui juga menjadi sosok ibu pastinya tidak mudah menjadi realita yang keras. Senyuman mereka berhasil menutupi rasa sedih, rindu dan tantangan yang dihadapi.